Translate

Sabtu, 04 Juni 2016

Penjelasan Tentang Tamayul (Menggerakkan Badan Saat Berdzikir)

Sesungguhnya di antara nikmat yang Allah berikan kepada manusia adalah dengan disempurnakannya agama ini, agama yang dengannya Rasulullah shallallah aialihi wasallam diutus membawa risalah dari Allah Ta’ala. Sehingga ketika manusia menghadapi problema hidupnya, sepantasnya ia merujuk kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang shahih. Sebagaimana dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah: “Kenikmatan yang mutlak adalah yang berkelanjutan, berupa kebahagiaan yang abadi yaitu nikmat Islam dan As Sunnah.” (Ijtima’ul Juyusy, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)‎

Di sisi lain, para setan di bawah kepemimpinan Iblis terlaknat juga tidak akan pernah berhenti untuk melakukan tipu daya dengan berbagai rayuan manis sehingga menampakkan kebatilan seperti sebuah kebenaran yang tak perlu diragukan. Allah Ta’ala berfirman:

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوْءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا

“Maka apakah orang yang menganggap baik pekerjaannya yang buruk, lalu dia meyakini pekerjaan itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh setan)?” (Fathir: 8)

Dan firman-Nya:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِيْنَ أَعْمَالاً. الَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدَُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعاً

“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat yang sebaik-baiknya’.” (Al-Kahfi: 103-104)

Namun seiring dengan munculnya kesesatan dan penyimpangan tersebut, akan tetap muncul para pembela sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang menjelaskan kesesatan orang-orang yang mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil. Juga membendung orang ataupun kelompok yang senantiasa mengaburkan dakwah yang benar yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para shahabatnya.
Tamâyul, adalah bergoyang ke kiri dan ke kanan, atau ke depan dan ke belakang, baik dengan kepala maupun dengan badan. Taharruk,mempunyai arti yang sama dengan Tamâyul. Ihtizâz, adalah bergerak ke berbagai arah yang berbeda secara lebih kuat. Sedangkan ‎Tawâjud itu lebih luas dari semua yang tersebut di atas, yaitu, gerakan yang terjadi sebagai hasil wirid, dengan berbagai gerakan nyata yang terdiri dari tamâyul, taharruk, ihtizâz, menghentakkan kaki, memukul dada, menjerit, menarikan tangan. bertepuk tangan, pingsan….dst.
Itu semua, pada dasarnya berasal dari ajaran orang-orang kafir, para penyembah anak sapi. Allah ta’ala telah menyebutkan di dalam surat Thaha para pengikut as-Samiri, pada saat mereka membuat patung anak sapi yang bisa bersuara.Para mufassir menyebutkan bahwa mereka pada saat itu menari-nari dan bergoyang di sekeliling anak sapi tersebut.
Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: كَانَتْ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَرْقُصُونَ، وَيَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا يَقُولُونَ؟ " قَالُوا: يَقُولُونَ مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdush-Shamad, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad (bin Salamah), dari Tsaabit (Al-Bunaaniy), dari Anas, ia berkata : “Orang-orang Habasyah bermain-main dan menari-nari di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata : “Muhammad adalah hamba yang shaalih”. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apa yang mereka katakan ?”. Mereka (para shahabat) berkata : “Orang-orang Habasyah berkata : ‘Muhammad adalah hamba yang shaalih” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/152].

Al-Arna’uth berkata : “Sanadnya shahih sesuai syarat Muslim” [20/17].‎

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Adl-Dliyaa’ dalam Al-Mukhtarah no. 1680 dari jalan Ahmad bin Hanbal.
Hudbah (tsiqah) dan Abu Salamah (tsiqah, tsabt, lagi haafidh) membawakan dengan lafadh :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ الْحَبَشَةَ كَانُوا يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَتَكَلَّمُونَ بِكَلامٍ لا يَفْهَمْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَا يَقُولُونَ "؟ قَالُوا: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ

Dari Anas bin Maalik : Bahwasannya orang-orang Habasyah bermain-main/menari di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengucapkan perkataan yang tidak beliau pahami. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apa yang mereka katakan”. Mereka (para shahabat) menjawab : “Muhammad adalah hamba yang shaalih” [lafadh milik Ibnu Hibbaan].

Apakah riwayat di atas pas dijadikan dalil orang-orang yang suka Tamâyul dan menari untuk melegalkan tarian mereka ?
Tentu saja tidak.

Untuk memperoleh gambaran apa yang dilakukan oleh orang Habasyah tadi, kita perlu melihat riwayat-riwayat lain yang berkenaan dengan peristiwa tersebut.

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " جَاءَ حَبَشٌ يَزْفِنُونَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فِي الْمَسْجِدِ، فَدَعَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعْتُ رَأْسِي عَلَى مَنْكِبِهِ، فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ، حَتَّى كُنْتُ أَنَا الَّتِي أَنْصَرِفُ عَنِ النَّظَرِ إِلَيْهِمْ "

Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Jariir,dari Hisyaam, dari ayahnya, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Orang-orang Habasyah sedang bermain-main/menari-nari (yazfinuun) pada hari ‘Ied di masjid. Lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memanggilku, lalu aku letakkan kepalaku di atas pundak beliau untuk melihat permainan mereka, hingga aku sendiri yang berhenti dan berpaling melihat mereka” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 892].

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " كَانَ الْحَبَشُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ، فَسَتَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَنْظُرُ، فَمَا زِلْتُ أَنْظُرُ ......

Telah menceritakan kepada ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam : Telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah, dari ‘Aaisyah, ia berkata : “Orang-orang Haabsyah pernah bermain-main dengan tombak mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menutupiku agar aku dapat melihat mereka.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5190].

Jadi, kita ketahui bahwa yang dilakukan oleh orang-orang Habasyah itu adalah bermain perang-perangan dengan senjata mereka di masjid. Dari sini An-Nawawiy rahimahullah berkata :

فِيهِ جَوَاز اللَّعِب بِالسِّلَاحِ وَنَحْوه مِنْ آلَات الْحَرْب فِي الْمَسْجِد , وَيَلْتَحِق بِهِ فِي مَا مَعْنَاهُ مِنْ الْأَسْبَاب الْمُعِينَة عَلَى الْجِهَاد وَأَنْوَاع الْبِرّ

“Dan hadits tersebut terdapat dalil bolehnya permainan dengan senjata atau yang semisalnya dari alat-alat peperangan di masjid. Dan melekat padanya apa-apa yang terdapat dalam maknanya dari segala sebab yang membantu pelaksanaan jihad dan berbegai jenis kebaikan” [Syarh Shahiih Muslim]
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :

وَاسْتَدَلَّ قَوْم مِنْ الصُّوفِيَّة بِحَدِيثِ الْبَاب عَلَى جَوَاز الرَّقْص وَسَمَاع آلَات الْمَلَاهِي ، وَطَعَنَ فِيهِ الْجُمْهُور بِاخْتِلَافِ  الْمَقْصِدَيْنِ ، فَإِنَّ لَعِب الْحَبَشَة بِحِرَابِهِمْ كَانَ لِلتَّمْرِينِ عَلَى الْحَرْب فَلَا يُحْتَجّ بِهِ لِلرَّقْصِ فِي اللَّهْو ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

“Sekelompok orang dari kalangan shufiyyah berdalil dengan hadits dalam bab ini (yaitu hadits tentang orang-orang Habasyah) atas bolehnya menari/berjoget dan mendengarkan alat musik. Dan jumhur ulama mencelanya karena itu adalah dua hal tersebut berbeda tujuannya. Permainan orang-orang Habasyah dengan tombak mereka adalah untuk latihan/persiapan perang, tanpa bertujuan dengannya bermain menari-nari/berjoget” [Fathul-Baariy, 6/553].

Intinya, di situ tidak ada dalil atau pentunjuk legalitas tarian Shufiy dan Perbuatan Tamâyul.‎
Imam ar-Ramli mengatakan :

( لا الرقص ) فلا يحرم ولا يكره لأنه مجرد حركات على استقامة واعوجاج ولإقراره صلى الله عليه وسلم الحبشة عليه في مسجده يوم عيد ، واستثناء بعضهم أرباب الأحوال فلا يكره لهم وإن كره لغيرهم مردود كما أفاده البلقيني بأنه إن كان عن رويتهم فهم كغيرهم وإلا لم يكونوا مكلفين ، ويجب طرد ذلك في سائر ما يحكى عن الصوفية مما يخالف ظاهر الشرع فلا يحتج به .نعم لو كثر الرقص بحيث أسقط المروءة حرم على ما قاله البلقيني ، والأوجه خلافه . (إلا أن يكون فيه تكسر كفعل المخنث ) بكسر النون وهذا أشهر وفتحها وهو أفصح ، فيحرم على الرجال والنساء ، وهو من يتخلق بخلق النساء حركة وهيئة ، وعليه حمل الأحاديث بلعنه ، أما من يفعل ذلك خلقة من غير تكلف فلا يأثم به

“ {Bukan Tarian} maka tidak haram dan tidak makruh, karena tarian itu hanyalah semata-mata gerakan berdasarkan kelurusan dan kebngkokan. Karena Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam mengakui perbuatan Habasyah yang menari di dalam masjidnya di hari lebaran. Para ulama mengecualikan orang-orang shalih yang memiliki ahwal (suatu tingkatan keadaan tertentu dalam ilmu tasawwuf), maka bagi mereka tidak dimakruhkan. Walaupun dimakruhkan bagi selain mereka ditolak sebagaimana yang dikatakan al-Balqini bahwasanya jika dari riwayyat mereka, maka mereka seperti yang lainnya, jika tidak, maka mereka tidaklah dibebankan. Dan wajib menolak hal itu di dalam apa yang dihikayatkan oleh kaum shufiyyah yang secara dhahirnya bertentangan dengan syare’at, hal ini tidak boleh dibuat hujah. Ya, jika tarian ini banyak (sering) dilakukan dengan sekiranya dapat menjatuhkan kehormatan diri, maka hal itu menjadi haram sebagaima dikatakan al-Balqini, tapi pendapat yang lebih terarah adalah kebalikannya. {Kecuali jika ada goyangan patah-patahnya seperti perbuatan bencong}, maka hara bagi laki-laki dan perempuan.  Bencong (Mukhannits) adalah laki-laki yang berprilaku seperti prilaku wanita dengan gerakan yang lembut, kepadanyalah datang hadits laknat  atas mereka. Adapun orang yeng berprilaku seperti itu secara tabiat bawaannya, maka tidaklah berdosa “ (Nihayatul Muhtaj)
Maksud dari ta’bir di atas adalah: Menari hukumnya tidak haram dan tidak pula makruh dengan alasan menari hanyalah suatu gerakan lurus dan bengkok (berlenggak-lenggok) dan juga karena adanya kaum Habasyiah yang menari di dalam masjid Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pun mengakuinya. Beliau tidak melarang kaum Habasyiah saat mereka menari di dalam masjid. Apabila menari itu dilarang, maka sudah pasti baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam akan melarangnya.
Abu Bakr Ath-Thurthuusiy Al-Maalikiy rahimahullah berkata:

يرحمك الله - مذهب الصوفية بطالة وجهالة وضلالة، وما الإسلام إلا كتاب الله وسنة رسول، وأما الرقص والتواجد فأول من أحدثه أصحاب السامري، لما اتخذ لهم عجلا جسدا له خوار قاموا يرقصون حواليه ويتواجدون؛ فهو دين الكفار وعباد العجل؛ ....... وإنما كان يجلس النبي صلى الله عليه وسلم مع أصحابه كأنما على رؤوسهم الطير من الوقار؛ فينبغي للسلطان ونوابه أن يمنعهم عن الحضور في المساجد وغيرها؛ ولا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يحضر معهم، ولا يعينهم على باطلهم؛ هذا مذهب مالك وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل وغيرهم من أئمة المسلمين وبالله التوفيق.
“Semoga Allah memberikan rahmat kepadamu,… madzhab Shuufiyyah hanyalah kesia-siaan, kebodohan, dan kesesatan.Islam itu hanyalah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Adapun tarian dan sikap berkasih-kasihan, yang pertama kali mengadakannya adalah rekan-rekan Saamiriy. Ketika ia berhasil membuat patung anak sapi yang bisa bersuara, maka mereka berdiri menari di sekitarnya sambil berkasih-kasihan. Perbuatan tersebut merupakan agama orang kafir dan penyembah anak sapi..... Adapun majelis Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersama para shahabatnya, (keadaannya) adalah seakan-akan di kepala-kepala mereka terdapat burung karena ketenangannya. Sudah seharusnya sulthaan dan para wakilnya melarang mereka (shufiy) menghadiri masjid-masjid dan yang lainnya. Tidak halal bagi seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir hadir pada kegiatan mereka. Tidak diperbolehkan menolong kebathilan mereka. Inilah madzhab Maalik, Abu Haniifah, Asy-Syaafi’iy, Ahmad bin Hanbal, dan yang lainnya dari kalangan imam-imam kaum muslimin. Wabillaahit-taufiiq” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 11/238].
Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iyrahimahullah:
وَأَخْبَرَنِي زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى النَّاقِدُ، حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ الْحَرُورِيِّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، قَالَ: سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ عَبْدِ الأَعْلَى، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ، قَالَ: " تَرَكْتُ بِالْعِرَاقِ شَيْئًا يُسَمُّونَهُ التَّغْبِيرَ، وَضَعَتْهُ الزَّنَادِقَةُ يَشْغِلُونَ بِهِ عَنِ الْقُرْآنِ "
Dan telah mengkhabarkan kepadaku Zakariyyaa bin Yahyaa An-Naaqid : Telah menceritakan kepada kami Al-Husain bin Al-Haruuriy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’quub, ia berkata : Aku mendengar Yuunus bin ‘Abdil-A’laa, ia berkata : Aku mendengar Asy-Syaafi’iy berkata : “Aku meninggalkan ‘Iraaq sesuatu karena munculnya sesuatu di sana yang mereka namakan dengan At-Taghbiir yang telah dibuat oleh kaum Zanadiqah. Mereka memalingkan manusia dengannya dari Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam Al-Amru bil-Ma’ruuf wan-Nahyu ‘anil-Munkar, hal. 99; shahih].

Az-Zamakhsyari ketika menafsirkan firman Allah ta’ala
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَآءَاتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَافِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka.” (al-A’raf: 171),

Beliau pernah mengatakan (dan ucapannya ini juga dinukil oleh Ibnu Hayyan), bahwasanya bergoyang ke kanan ke keri sewaktu membaca al-Qur’an itu merupakan perbuatan orang-orang Yahudi ketika membaca kitab Taurat. Hal itu beserta yang lainnya telah saya sampaikan di dalam bahasan “Bida’ al-Qurrâ”, dengan redaksi sebagai berikut: “Pembahasan ketiga: tentang melakukan gerakan sewaktu membaca al-Qur’an. Ungkapan ulama Andalus (Spanyol) sangat pedas dalam mengingkari tindakan ‎Tamâyul, Ihtizâz, dan Taharruk sewaktu membaca al-Qur’an, dan bahwasanya hal itu adalah bid’ah yang dibikin oleh orang-orang Yahudi, yang menyusup kepada orang-orang Mesir, dan tidak satu pun dari semua itu bersumber dari perkataan ulama salafus shalih.
Ibnu Abi Zaid al-Qairwani rahimahullah (w. 386), sang pembela sunnah, telah menulis “kitab tentang orang yang larut dalam gerakan sewaktu membaca al-Qur’an”. ‎Dan kami tidak tahu sedikit pun tentang kabar kitab ini.
Abu Hayyan an-Nahwi, Muhammad bin Yusuf al-Andalusi rahimahullah  (w. 745) di dalam tafsirnya “al-Bahr al-Muhîth”, berkaitan dengan firman Allah ta’ala,
وَإِذْ نَتَقْنَا الْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُ ظُلَّةٌ وَظَنُّوا أَنَّهُ وَاقِعٌ بِهِمْ خُذُوا مَآءَاتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَافِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka….. .” (al-A’raf: 171),
beliau berkata, “Az-Zamakhsyari di dalam tafsir al-Kasysyâf, (2/102) berkata, “Ketika Nabi Musa ‘alaihi wasallam. menyebar-luaskan papan yang berisi kitab Allah ta’ala, maka pohon, gunung, dan batu pun bergoyang dahsyat. Oleh karena itu, Anda tidak akan melihat seorang Yahudi pun yang membaca kitab Taurat, melainkan dia akan bergoyang hebat dan mengangguk-anggukkan kepala karenanya.”
Sungguh, fenomena semacam ini telah menular kepada anak-anak kaum muslimin, sebagaimana yang Anda lihat di negara Mesir. Anda akan melihat anak-anak tersebut di dalam sekolahan ketika mereka membaca al-Qur’an akan bergoncang hebat dan menggerakkan kepala mereka. Adapun di negera-negara kita, di Andalusia dan Maroko, ketika anak kecil bergerak sewaktu membaca al-Qur’an bersholawat, berdzikir, maka sang pengajar akan meluruskannya, dan berkata kepadanya: “Janganlah kamu bergerak, karena jika begitu kamu menyerupai orang-orang Yahudi dalam belajar.”
Ar-Râ’i al-Andalusi rahimahullah (w. 853) di dalam kitabnya “Intishâr al-Faqîr as-Sâlik”, hal. 250, berkata, “Begitulah, orang-orang Mesir menyerupai orang-orang yahudi, bergerak-gerak sewaktu belajar dan bekerja, padahal itu merupakan perbuatan orang-orang Yahudi.” Dan ini lebih umum, maka hendaknya dijauhi.
Maka, bagi orang-orang yang berdzikir kepada Allah ta’ala, orang-orang yang menghadap kepada Allah dengan do`a, para penghafal kitab Allah, dan para pengasuh berbagai sekolahan dan halaqah tahfizh al-Qur’an al-Karim, wajib meninggalkan bid’ah Tamâyul (ber-goyang-goyang) sewaktu membaca al-Qur’an, dan hendaklah mereka mendidik anak-anak kaum muslimin berpegang teguh kepada as-Sunnah dan menjauhi bid’ah yang Menyesatkan.
Janganlah anda terpedaya dengan berbagai dalil tentang disyariatkannya tarian sewaktu berdo`a yang ditunjukkan oleh kalangan Tarekat Sufi. Karena, dalil-dalil tersebut berada di antara dalil yang shahih, tapi tidak menyatakan makna yang dimaksud, atau di antara hadîts dha’if yang sanadnya sama sekali tidak mungkin bisa diterima. Dan barangsiapa yang mau menengok berbagai skripsi dan tesis yang ditulis tentang syariat do`a yang bersumber dari kalangan ekstremis tarekat, maka dia akan mengetahui kebatilan dalil-dalil mereka, baik secara makna maupun sanadnya, di antaranya terdapat di dalam kitab “at-Tarâtîb al-Idâriyyah”, karya al-Kitani, (2/143-144, 149-150). Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan.
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar